Selayang Pandang tentang Linguistik Sebuah Pendahuluan

Mungkin jika kita mendengar kata linguistik, muncul dibenak kita hal-hal yang menyeramkan dan sulit. Terbayang simbol-simbol aneh dan diagram-diagram yang gak jelas apa maksudnya. Anda mungkin pernah bertanya kenapa se para ilmuan kok repot-repot melakukan riset, yang seolah mempersulit diri sendiri, mengkaji tentang dan mencoba merumuskan sesuatu yang mungkin kita anggap remeh?. Kalau kita merenung sejenak memang alam ini adalah jutaan ato mungkin milyaran bahkan trilyunan data mentah yang tersedia untuk diteliti, alam ini berjalan tidak dengan sendirinya tapi mengikuti pola-pola teratur, ato sekenario yang berjalan dengan sangat rapi. Disinilah, otak manusia yang memang memiliki kecenderungan untuk 'ingin tau lebih' tertantang untuk mengetahui pola-pola itu.

Kembali lagi ke bahasa, sebenaranya, memang tidak bisa dipungkiri kalau ilmu ini sulit-sulit gampang untuk dipelajari, kalau bicara masalah teori dijamin pasti membuat pening kepala, tapi jika melihat hal-hal disekitar kita, hampir semua aspek kehidupan bukan hanya manusia tapi semua makhluk tidak lepas dari yang namanya bahasa, dari situlah pentingnya bahasa untuk dipelajari. Jika ada orang bertanya kepada saya 'dalam dunia ini, apa yang paling penting untuk dipelajar menurut anda? Terlepas dari masalah religi, karna menurut saya itu masalah individu masing-masing makhluk, maka dengan mantap pasti saya akan menjawab 'linguistik', dan pertanyaan itu pastilah berlanjut 'mengapa?' ya diatas tadi itu alasannya, manusia tanpa bahasa seperti ikan hidup tanpa air, tidak bisa bertahan. Masak sih! Lha orang bisu kayak apa? Bahkan orang bisu sekalipun berbahasa, walaupun mulut mereka bisu karna dalam istilah kerennya vocal cord mereka bermasalah, mereka menggunakan indera lain untuk berkomunikasi dengan sesama, dalam bentuk gerakan-gerakan ato isayarat-isyarat, lazimnya disebut body language/ gesture.

Banyak sekali aspek-aspek dari bahsa yang bias kita kaji, mulai dari hal yang paling kecil yaitu bunyi (phone) sampai yang terbesar wacana (discourse). Sebelum kita masuk pada apa saja area dari linguistic ini, ada baiknya kita mengetahui dulu ape se bahasa itu? oke.. banyak sekali para sarjana yang mencoba memeberikan definisi tentang bahasa, dari banyak pendapat dapat disimpulkan bahwa yang disebut bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer (semena-mena)yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk berkomunikasi antar sesama. Dari pengertian ini kita dapat menggarisbawahi bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer dan alat komunikasi.

Apa pula sistem lambang bunyi yang arbitrer/ semena-mena itu? Begini.. dalam bahasa dalam penamaan sesuatu bersifat semena-mena, tidak ada pola khusus yang mengatur hal ini, mengapa benda yang terbuat dari kayu ato besi ato plastic yang pada umumnya mempunyai empat pasang kaki dan terdapat sandaran di belakangnya yang fungsinya untuk tempat duduk disebut 'kursi', kenapa tidak ''asbak, buku, ato kepala' ato yang lainnya? jawabannya mudah karena bahasa mempunyai sifat arbitrer tersebut, that’s it. Tapi dalam bahasa tertentu, kita ambil contoh bahasa Indonesia, ada kata-kata tertentu yang seolah mempunyai kaitan dengan yang diwakilinya, semisal, kata 'menggonggong' adalah kata yang digunakan untuk menyebut bebiasaan anjing ketika mengeluarkan suara. Kata itu muncul karena memang suara anjing dalam telinga orang Indonesia 'gong..gong..gong…' karenanya hal itu disebut gonggong. Ato suara air yang mengalir di sungai ato tetes air yang jika jatuh mengenai benda lain, seperti batu, tanah dan sebagainya mengeluarkan bunyi kricik..kricik.., disebut 'gemercik', juga 'mengaung', 'mengeong', semilir, dan banyak lagi contoh yang lainnya. Fenomena apa ini? Seakan ada kaitan antara alam dan penamaan suatu benda. Di sisi lain, disamping arbitrer sifat bahasa yang lain secara khusus adalah onomatopoeia ato gema suara alam, lha..fenomena diatas masuk kategori yang kedua, lho kok??? Katanya bahasa sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer??

Memang, sejak dari jaman Yunani kuno, telah terjadi kontrofersi tentang apakan bahasa itu arbitrer ato onomatopoeia, saat itu terdapat dua aliran yang berselisih pendapat mengenai hal ini, aliran pertama menyebut dirinya phusis, mereka berpendapat kalau bahasa itu onomatopoeia, bahasa adalah gema suara alam, terdapat kaitan yang kuat antara bahasa dengan alam, gema-gema suara alam seperti yang telah dicontohkan diatas dipakai manusia untuk menamakan konsep-konsep kebendaan yang ada di sekeliling mereka. Yang kedua adalah thesis, kebalikannya, mereka berpendapat bahwa bahasa bersifat arbitrer, yang artinya penamaan konsep-konsep kebendaan tidak mengikuti kaidah ato pola tertentu, tapi semena-mena. Pendapat pertama memang tidak sepenuhnya tidak benar, karena sampai hari ini gejala-gejala tersebut dapat kita temukan di hampir di semua bahasa yang ada di dunia, tapi khan tidak semua penamaan konsep kebendaan mempunyai hubungan dengan benda yang diwakilinya ya nggak??, yang ada malah kebanyakan konsep-konsep tersebut bersifat arbitrer, 'kenapa kursi?' 'kenapa meja?', kasur, duduk, berdiri, lari' dan sebagainya adalah contoh-contohnya. Makanya para linguis (sebutan untuk para ahli dan pengkaji linguistik) sepakat kalau sifat dasar bahasa itu arbitrer.

Kata linguistik sendiri secara sederhana berarti ilmu yang mengkaji tentang bahasa. Sarjana Perancis yang sangat tersohor, Ferdinand de Saussure, pernah denger nggak nama ini?? Sarjana bidang linguistic yang sangat brilian, yang oleh sebagian mahasiswa-mahasiswanya, kumpulan kuliah-kuliahnya yang terdiri dari tiga seri dibukukan dan di beri judul Cours de Linguistique Generale yang menjadikannya terkenal sebagai peletak dasar linguistic moderen, oleh karenanya dia disebut-sebut sebagai bapak linguistik moderen sekaligus bapak aliran strukturalisme dalam hal kebahasaan, aliran yang menganggap bahwa bahasa tidak ubahnya seperti bangunan (structure), bahasa menurut paham ini, dibangun dari kalimat-kalimat; selanjutnya kalimat dibangun dari klausa-klausa; klusa dari frasa; dan seterusnya sampai unit terkecil dari bahasa yaitu bunyi.

Saussure membagi bahasa menjadi tiga aspek, yaitu langage, langue, dan parole, ketiganya berasal dari bahasa Perancis yang mengandung pengertian bahasa, tetapi yang cukup berbeda sehingga dimanfatkan oleh Saussure untuk mengungkapkan aspek-aspek bahasa. Perbedaan itu memungkinkan dia untuk menggambarkan ato memposisikan bahasa sebagai benda atau objek yang dapat diteliti secara ilmiah.
Kata pertama, yaitu langage, merujuk pada bahasa manusia secara umum, sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer (semena-mena)yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk berkomunikasi antar sesama. Jadi diantara ketiga istilah diatas cakupan langage adalah yang terluas dan masih bersifat general, abstrak dan universal, tidak merujuk ke bahasa tertentu, tapi bahasa manusia secara keseluruhan. Sedangkan kata yang kedua, langue, lebih sepesifik, merujuk pada system bahasa tertentu secara keseluruhan, ato kita juga bisa menyebut bahwa langue adalah kaidah bahasa suatu masyarakat tertentu. Jadi cakupannya lebih sempit daripada langage. Yang ketiga adalah parole, secara sederhana berarti tindak bicara ato bahasa yang diucapkan oleh anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini berbentuk ujaran-ujaran, jadi lebih konkrit dan lebih condong ke individu masing-masing, pengungkapannya bersifat sementara dan heterogen (manifestasi individu dari bahasa). Kita bisa mengatakan sebagai makhluk social, manusia mempunyai langue, dan sebagai makhluk individu manusia mempunyai parole dalam bebahasa.

Menurut Saussure pengkajian langage terdiri dari dua bagian. Pertama, kajian yang berobyek pada langue, yang pada dasarnya social dan tidak tergantung pada individu. Dan yang kedua pada parole, tataran individual dari langage. Meskipun kedua obyek tersebut berkaitan erat dan saling menunjang, dalam hal ini langue diperlukan agar parole dapat dipahami, karena seperti disebutkan diatas, langue adalah kaidah ato aturan bahasa yang berlaku dalam masyarakat, ujaran ato perkataan seseorang bisa dimengerti oleh orang lain karena di dalam masyarakat tersebut mempunyai sebuah konvensi aturan tentang bahasa yang mereka gunakan, disisi lain parole diperlukan untuk membentuk langue tersebut, kok bisa?? Pada kenyataannya kita belajar mengerti bahasa ibu kita dengan cara mendengarkan orang lain berbicara, hal ini juga menjawab pertanyaan mengapa di dalam ketrampilan berbahasa ketrampilan mendengar menenpati posisi teratas, dan kenyataan bahwa kesan-kesan saat mendengarkan orang lainlah yang merubah kebiasaan berbahasa kita, dalam hal pengkajiannya, antara langue dan parole sangatlah berbeda, kita tidak bisa mempelajari bahasa dengan menggabungkan kedua aspek tersebut.

Pada kenyataannya, realita dari linguistic yang dapat dikaji secara ilmiah adalah langue, bukan parole, karena parole itu sendiri yang bersifat perseorangan, bervariasi, berubah-ubah, dan mengandung hal yang baru. Terlebih lagi di dalamnya tidak ada kesatuan system, jadi tidak dapat diteliti secara ilmiah. Sedangkan langue adalah pola kolektif, yang dimiliki oleh setiap penutur. That's it!!! Moga bermanfaat…….maju terus linguistik Indonesia!!!!!


References:
Chaer, A. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Reneka Cipta.
Robins, RH. 1967. A Short History of Linguistics. Blommington: Indiana University Press.
Saussure, Ferdinand de. 1973. Cours de Linguistique Generale. Diterjemakan oleh Rahayu S. Hidayat. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahab, A. 2006. Isu Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Yule, G. 2001. The Study of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Popular Posts